NAMA : Amanda Quincy Azumar
NIM :
1123070005
KELAS : MKS/V/A
MATKUL : Perilaku Organisasi Bisnis
KEPEMIMPINAN
A.
PENGERTIAN
Leadership (kepemimpinan) adalah proses mengarahkan
dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok. Definisi kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok.
Menurut Drs.
H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus
bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya.
Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
·
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin
harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan
ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
·
Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang
dibimbingnya.
·
Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus
mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan
sanggup bertanggung jawab.
B.
TEORI-TEORI
KEPEMIMPINAN
1. TEORI
SIFAT
Teori
awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman yunani kuno dan
zaman roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan,
bukannya dibuat. Teori the great man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan
sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak
mempunyai sifat sebagai pemimpin. Teori great man barangkali dapat memberikan
arti lebih realities terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat
pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang
dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan,
tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan
demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum
yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu
dilahirkan atau dibuat.
Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpina organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak. Ereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan sebagai manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut.
Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpina organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak. Ereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan sebagai manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut.
Keith
Davis merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
kepemimpinan organisasi:
a. Kecerdasan
b. Kedewasaan
dan kekuasaan hubungan social
c. Motivasi
diri dan dorongan berprestasi
d. Sikap-sikap
hubungan kemanusiaan
2. TEORI
KELOMPOK
Teori
kelompok ini beranggapan bahwa, supaya
kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran
yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang
ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya
ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan
mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan untuk
mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dalam
kepemimpinan.
Suatu
contoh penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan
pekerjaanb secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur
pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi jika bawahan dapat melaksanakn
pekerjaan dengan baik, maka pemimpin menaikan penekannanya pada pemberian
perhatian (perilaku tata hubungan). Barrow dalam study laboratoriumnya menekan
bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya
kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
produktivitas.
3. TEORI
SITUASIONAL DAN MODEL KONTINGENSI
Pada
tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk
efektivitas kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya a theory of
leadership effectiveness. Fiedle mengembangkan suatu teknik yang unik untuk
mengukur kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor
yng dapat menunjukan dugaan kesamaan diantara keberlawanan (assumed similarity
between opposites, ASO).
Dua
pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya
kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
a. Hubungan
kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak
melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling
sedikit disukai (ASO) atau memberika suatu gambaran yang relative menyenangkan
kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
b. Gaya
yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan pemimpin yang
melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan
paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak
menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
4. TEORI
MODEL KEPEMIMPINAN KONTINGENSI DARI FIELDER
Model
ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh fiedler
dalam hubungan dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini :
a. Hubungan
pemimpin anggota.
b. Derajat
dari struktur tugas.
c. Posisi
kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.
Suatu situasi akan dapat menyenangkan
pemimpin jika ketiga dimensi diatas mempunyai derajat yang tinggi, dengan kata
lain, situasi akan menyenangkan jika :
·
Pemimpin diterima oleh para pengikutnya
·
Tugas-tugas dan semua yang berhubungan
dengannya ditentukan secara jelas
·
Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara
formal diterapkan pada posisi pemimpin.
Jikalau yang timbul sebaliknya, maka
menurut fiedler akan tercipta suatu situasi yang tidak menyenangkan bagi
pemimpin. Fiedler benar-benar yakin bahwa kombinasi anatar situasi yang
menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan menentukan efektifitas kerja.
5. TEORI
JALAN KECIL-TUJUAN (PATH-GOAL THEORY)
Usaha
pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dan
kawan-kawannya di institute penelitian social universitas Michigan. Dalam
pengembangannya yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah
menulis karangan dengan bentuk yang sama. Secara pokok teori path-goal berusaha
untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi kepuasan, dan pelaksanaan
pekerjaan bawahannya.
Apapun
teori path-goal versi house, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan
sebagai berikut:
a. Kepemimpinan
derectif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari lippit
dan white,
b. Kepemimpinan
yang mendukung (supportive leadership).
c. Kepemimpinan partisipatif.
d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.
Menurut teori path-goal ini macam-macam
gaya kepemimpinan tersebut dapat dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh
pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda. Dua diantara factor-faktor
situasional yang telah diidentifikasikan. Untuk situasi pertama path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan atau atau sebagai instrument bagi kepuasan-kepuasan
masa depan. Untuk situasi kedua path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahannya jika:
1. Perilaku
tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahannya sehingga memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2. Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa
memberikan latihan, dukungan dan penghargaanyang diperlukan untuk
mengefektifitaskan pelaksanaan kerja.
6. TEORI
PENDEKATAN SOCIAL LEARNING DALAM
KEPEMIMPINAN
Penekanan
pendekatan social learning ini dan yang dapat memberikannya dari
pendekatan-pendekatan lainnya, ialah terletak pada peranan perilaku
kepemimpinan , kelangsungan, dan interaksi timbale balik diantara semua
variable-variabel yang ada.
Aplikasi
dari kepemimpinan ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut
terlibat dalam proses kegiatan organisasi, dan bersama-sama dengan pimpinan
memusatkan pada perilakunya sendiri dan perilaku lainnya, beserta
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan kognisi-kognisi yang
memperantarakan. Contoh pendekatan ini secara terperinci sebagai berikut :
a. Pemimpin
menjadi lebih mengetahui dengan variable-variabel mikro dan makro yang
mengendalikan perilakunya.
b. Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahan
berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku
bawahan.
c. Pemimpin
bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat
dipergunakan untuk mengatur perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil
yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.
Dengan pendekatan social learning ini
antara pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan
semua perkara yang timbul.
C.
TIPE-TIPE
KEPEMIMPINAN
Menurut George R. Terry, ada enam tipe kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan Personal, pemimpin ini selalu mengadakan
kontak langsung dengan bawahan. Dia dapat mengetahui setiap masalah yang
dihadapai bawahan sehingga dia dapat segera memberikan petunjuk untuk
menyelesaikan masalah. Melalui kontak langsung pemimpin dan bawahan dapat
menanamkan pengaruh dan ide-idenya kepada bawahan. Sebab bawahan merasa
diperhatikan, dibimbing, dan diarahkan menuju kemajuan.
2. Kepemimpinan Non-personal, pemimpin tipe ini dilakukan melaui
media non-pribadi seperti perintah tertulus, surat keputusan, dan
pengumuman-pengumuman.
3. Kepemimpinan Otoriter, yaitu pemimpin yang merasa bahwa
kekuasaan yang sah adalah miliknya, sehingga merasa berhak memerintah dan
memindahkan orang lain.
4. Kempemimpinan Demokratis, pemimpin ini ditandai dengan
adanya partisipasi kelompok dalam penentuan tujuan dan pemanduan
pemikiran-pemikiran untuk menentukan cara-cara terbaik dalam melaksanakan
pekerjaan. Oleh karena itu, setiap pemikiran perorangan dan kelompok dihargai
serta bersifat terbuka.
5. Kepemimpinan Kebapakan, kepemimpinan itu disebut dengan
paternalistik yang ditandai oleh suatu sikap pemimpin yang dalam memimpin
bertindak sebagai bapak, yaitu sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, dan
penasihat dengan memperhatikan kesenangan dan kesejahteraan yang dipimpin.
6. Kepemimpinan Alamiah, pemimpin seperti ini timbul dengan
sendirinya secara spontan, bukan karena pengangkatan yang diterima serta
dituruti oleh orang lain. Kepemimpinan jenis ini sangat berpengaruh. Agar
organisasi berhasil, manajemen harus memanfaatkan para pemimpin alamiah.
D.
GAYA
KEPEMIMPINAN
Menurut Rensis Liker, gaya kepemimpinan
seseorang dalam organisasi dapat dikelompokan menjadi:
1.
Eksploitatif, yaitu pemimpin yang memeras
bawahan, bawahan harus mencapai tujuan yang ditetapkan, kalau tidak bisa
dihukum.
2.
Otoritatif, yaitu pemimpin yang keras terhadap
bawahan, bawahan tidak boleh memberi komentar terhadap perintah pemimpin.
3.
Konsultatif, yaitu pemimpin yang selalu meminta
pendapat dari bawahan, perintah biasanya dikeluarkan setelah diskusi dengan
bawahan.
4.
Partisipatif, yaitu pemimpin yang selalu
mengambil keputusan sesuai kesepakatan bawahan.